Ada satu lagi dalil khusus dari ulama salaf yang juga sering  digunakan oleh kaum Salafi & Wahabi, yaitu perkataan Imam Malik bin Anas  (perintis Mazhab Maliki) tentang ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan Ibnu  Taimiyah di dalam kitab Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 hal.  111-112 sangat mengandalkan ungkapan Imam Malik ini. Ibnu Taimiyah  berkata: 
بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي."… bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata, 'Aku menziarahi kubur Nabi Saw.' sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Saw. yang di dalamnya terdapat lafaz 'menziarahi kuburnya', niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau –demi bapak dan ibuku ."
Kaum Salafi & Wahabi, bahkan imam mereka yaitu Ibnu  Taimiyah tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik  adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia enggan  naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Saw.  dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan, "Aku malu kepada Allah  ta'ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki  hewan (kendaraan-red)" (lihat Syarh Fath al-Qadir, Muhammad bin  Abdul Wahid As-Saywasi, wafat 681 H., Darul Fikr, Beirut, juz 3, hal. 180).  Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad  Rasulullah Saw. seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci  kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Saw.? Sungguh ini adalah  sebuah pemahaman yang keliru. 
Imam Ibnu Hajar al-Asqallani, di dalam kitab  Fathul-Bari  juz 3 hal. 66, menjelaskan, bahwa Imam Malik membenci  ucapan "aku menziarahi kubur Nabi saw." adalah karena semata-mata dari  sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan  oleh para muhaqqiq (ulama khusus) mazhabnya. Dan ziarah kubur  Rasulullah Saw. adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari'atannya  jelas, dan hal itu merupkan ijma' para ulama. 
Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa  Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu  dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup,  maka ia pun lebih suka ungkapan "aku menziarahi Rasulullah Saw."  dari  pada ungkapan "aku menziarahi kubur Rasulullah Saw."  berhubung banyak hadis mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. di dalam kuburnya  dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan  mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Sepertinya Imam Malik tidak suka  Rasulullah Saw. yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada  umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.   
Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu  kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan  (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil-Haram, Masjid  Nabawi, & Masjidil-Aqsha) yang terdapat di dalam hadis Rasulullah Saw., maka  makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan  (termasuk silaturrahmi kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan  tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam  perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.  Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadis tersebut  terdapat 'illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup  keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata "masjid". Sehingga dengan  begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk  melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama  tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada  keistimewaannya.
0 komentar:
Posting Komentar