Penulisan  sejarah konvensional sangat identik dengan sejarah politik.  Sesungguhnya, peristiwa sejarah tidak hanya berkaitan dengan kisah para  raja, peperangan-peperangan atau jatuh bangun suatu pemerintahan  (dinasti atau kerajaan) sebagaimana dalam sejarah konvensional.  Sebaliknya sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu yang berhubungan  dengan totalitas pengalaman manusia. 
Sejarah  dapat diartikan sebagai politik masa lalu, ekonomi masa lalu,  masyarakat sosial masa lalu, atau sains masa lalu. Pendeknya, sejarah  adalah segala sesuatu yang terjadi pada masa lalu.
Namun, mustahil untuk mengkaji sebuah sejarah dalam locus (ruang) dan tempus  (waktu) yang begitu luas dengan menghadirkan seluruh aspek kehidupan  manusia yang terjadi pada masa lalu. Penulisan sejarah hanya merekam  sebagian kecil peristiwa yang dialami manusia. Karenanya, peristiwa  sejarah terbagi menjadi dua : sejarah sebagai peristiwa itu sendiri  (objektif) dan sejarah sebagai peristiwa yang dikisahkan oleh sejarawan  (subjektif).
Bila  kita telusuri tulisan-tulisan sejarah, maka kita akan menemukan tiga  aspek yang menonjol dalam sejarah yaitu sosial, ekonomi dan politik.  Aspek sosial dalam sejarah pasti ditemukan karena objek dan subjek  sejarah adalah manusia, sejarah adalah berkenaan dengan hidup dan  kehidupan manusia, perkembangan peradaban manusia. Hidup manusia tidak  terlepas dari Struggle of life upaya mempertahankan hidup maka  yang muncul dalam sejarah adalah aspek ekonomi, karena ekonomi  memberikan peran penting bagi keberlangsungan hidup manusia. 
Itu  sebabnya kenapa pembahasan sejarah semisal tentang Indonesia tidak akan  terlepas pada aspek ekonomi. Islam datang ke Indonesia dengan beragam  teori apakah “Teori India”, Teori Persia”, Teori Arab” atau “Teori  Cina”  memiliki kesamaan latar yaitu mereka adalah para Saudagar Muslim.  Pertumbuhan Islam berlangsung signifikan secara kuantitatif dan  berhasil membangun masyarakat bermula berada di kota-kota pelabuhan  sebagai lalu-lintas perdagangan. 
Para Saudagar Muslim adalah Sender pembawa pesan wahyu, pesan Risalah, pesan Nabi, pesan para pemimpin Islam untuk mendakwahkan keyakinan yang dianutnya bahwa Islam Rahmatan Lil Alamin. Sebagai contoh dalam Sejarah Melayu  tentang kisah masuk Islamnya Raja Malaka. Raja bermimpi bahwa Nabi  menampakan diri kepadanya, mengajarinya cara mengucapkan dua kalimat  Syahadat, memberinya nama baru Muhammad, dan memberitahukannya bahwa  pada hari berikutnya akan tiba sebuah kapal dari negeri Arab yang  mengangkut seorang Ulama yang harus dipatuhinya. Setelah terjaga, raja  itu mendapatinya telah di khitan secara ghaib. Kemudian kapal pun tiba,  dan dari kapal itu turun Sayid Abdul Azis untuk sholat di tepi pantai.  Penduduk terheran-heran dan menanyakan arti dari gerakan ritual itu.  Raja memberitahu bahwa kesemuanya itu sama seperti yang ada dalam  mimpinya. Sesudah itu pejabat istana mengikutinya memeluk Islam.  Selanjutnya Raja itu menyandang gelar Sultan Muhammad Syah dan  memerintahkan seluruh rakyatnya memeluk Islam. Sayid Abdul-Azis sendiri  kemudian menjadi guru raja. Dari kisah dalam Sejarah Melayu  menunjukan perjalanan perdagangan oleh Saudagar Muslim dari Arab tidak  hanya semata-mata yang berdatangan dalam satu kapal itu adalah pedagang  saja tetapi juga para Ulama.
Kenyataan  ini yang dibantah oleh para penulis Orientalis, padahal hal yang sama  dilakukan oleh Imperialisme Eropa, kedatangan Portugis ataupun Belanda  dengan VOC-nya selalu menyertakan para Misionaris Kritiani dengan misi Gospel-nya. 
Aspek  selanjutnya yang menjadi pokok penulisan sejarah adalah aspek politik.  Sejarah tidak bisa dilepaskan dari masalah politik. “History is past politics”. 
Ekonomi  dan politik adalah bandul sejarah. Tidak ada ekonomi dan atau politik  maka tidak ada yang direkam sebagai peristiwa sejarah. Berbicara ekonomi  sebagai hajat hidup manusia tidak akan terekam sebagai sejarah manakala  tidak melekat pada kepentingan politik. Lalu apa yang melekatkan  ekonomi dan politik sehingga terjadi peritiwa-peristiwa besar yang pada  akhirnya terekam menjadi sebuah sejarah?. Hanya ada satu yaitu Ideologi. Hanya saja Ideologi menjadi “tersembunyi” atau “disembunyikan” dalam rekaman peristiwa sejarah atau Historiografi penulisan sejarah.
UTUSAN ALLAH DI BUMI NUSANTARA
Islam  sebagai dien pembebasan; yaitu pembebasan dari perbudakan manusia atas  manusia untuk hanya menjadi budak Allah (Hamba Allah) saja, sejak  kepemimpinan Nabi Muhammad SAW telah mendominasi dan membebaskan bangsa  arab yang sebelumnya dalam kekuasaan ideologi politik paganisme menjadi  supremasi kekuasaan Islam dalam panji Negara Islam dengan pusat  pemerintahan Madinatul Munawarah yang terletak di Yastrib. 
Sepeninggal Rosul Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi, Kekuasaan Islam dilanjutkan oleh Khulafa’ur Rasyidin  sebagai Khalifatur Rosul, pengganti Rosul Muhammad yaitu Abu Bakar R.A,  Umar R.A, Usman R.A, dan Ali R.A. Para Khalifah Allah ini berhasil  memperluas kekuasaan sosio politik Islam di luar Jazirah Arab dan  membebaskan manusia dari pengaruh peradaban syirik ajaran filsafat  Yunani, mistik Neoplatonisme, ajaran Hindu, Budha, Majusi dan  Syirik Kristiani yang membentang diantara wilayah Mesir, Siria,  Palestina, Persia, sampai benua Eropa dalam kekuasaan Romawi.
Perintah  wahyu untuk mengajak manusia meninggalkan dzulumat kedzaliman,  kesesatan kepada nur cahaya Allah, cahaya Rabbaniyah telah membenam  disetiap insan kamil yang telah ridho dalam kepemimpinan kekuasaan  setiap pelanjut Risalah, membawanya pada misi Tauhid, misi dakwah dengan  menembus ruang sekat peta bumi. Melalui jalur sutra (jalur perdagangan)  yang membentang antara Jazirah Arab sampai negeri Cina melewati daratan  Persia, India sampai Cina, menembus lautan sampai di kepulauan  Nusantara singgah di pelabuhan-pelabuhan besar di Sumatera dan Jawa,  para pengemban Amanah Dakwah senantiasa menyerukan cahaya suci Ilahiyah,  mengajak setiap manusia untuk melepaskan ajaran politheisme, animisme,  dinamisme, ajaran budhis atupun hindi dan mamegang ajaran Ilahi  Ad-Dienul Islam. 
Sejak tahun 674 M yaitu sejak pasca masa Khulafa’ur Rasyidin  (632 – 661 M), di pantai Barat Sumatera sudah ada komunitas muslim yang  berasal dari Negara Islam Arab. Ini berarti dakwah Islamiyah ke wilayah  nusantara sudah terjadi pada masa Khulafa’ur Rasyidin . Dalam  Ensiklopedi Asia I (Hal 1802) dan buku Sejarah Asia Tenggara Hal 276  Zainul Arifin dituliskan berdasar berita dari dinasti Ming II dan  diniasti STIN (Chin) bahwa kerajaan Tarumanegra dan Kutai pada abad ke-7  telah mengalami kehancuran dengan kedatangan panglima perang Timur Jauh  yang dipimpin oleh panglima perang yang masih muda dari Arab (Asia  Barat Daya) yang diberi nama ekspedisi Islam Al Aliyin (Ekspedisi Islam  ke-1).
0 komentar:
Posting Komentar