Dewan  Wali Sanga berikutnya adalah Sunan Ampel. Lahir pada tahun 1401 M, nama  kecilnya adalah Raden Rahmat, beliau adalah putera dari Syekh Maulana  Malik Ibrahim bapak para wali tanah Jawa dari ibu seorang puteri Raja  Campa (Kamboja). Raden Rahmat melanjutkan perjuangan bapaknya dalam  menegakan Islam di Tanah Jawa.
Raden  Rahmat seusia muda sebelum 20 tahun tinggal dengan Ibunya di Campa  (Kamboja). Kedatangan Raden Rahmat ke Jawa, sebelumnya singgah dulu di  Palembang selama 2 bulan saat Raden Rahmat berusia 20 tahun dan berhasil  mengislamkan Arya Damar Raja di Palembang. Kemudian melanjutkan  pelayaran ke Majapahit dengan singgah di Gresik sekitar tahun 1421/1422 M  (jadi setelah Bapaknya Maulana Malik Ibrahim wafat) mengunjungi Syekh  Jumadil Kubra.
Raden Rahmat menetap di Ampel Denta (Surabaya), menurut penuturan Babad Gresik, Raden  Rahmat berhasil menjadikan daerah Ampel Denta yang semula berair dan  berlumpur menjadi daerah yang makmur. Di sini beliau mendirikan  pesantren, sehingga Ampel menjadi pusat dakwah Islam, sehingga Raden  Rahmat digelari Sunan Ampel.
Intensitas  perjuangan penegakan Islam di tanah Jawa lebih akseleratif  dan  terorganisir dimulai sejak kepemimpinan Sunan Ampel yaitu dengan  merintis tanah Ampel Denta sebagai basis dakwah sekitar tahun 1422 M,  sampai kejatuhan Kerajaan Majapahit tahun 1478 M atau sekitar 56 tahun. 
Kita  kadang membayangkan Sunan Ampel atau para Walisanga  lainnya adalah  orang yang sudah tua renta yang memiliki kesaktian yang madraguna,  tetapi kalau kita telusuri secara waktu meskipun banyak perdebatan dan  ketidakpastian penulisan sejarah berkenaan dengan waktu dan usia, tapi  bisa dipastikan bahwa Sunan Ampel berkiprah bagi perjuangan penegakan  Islam adalah seorang tokoh muda yang berprestasi. Hitungannya pendirian  pesantren Ampel Denta yang didirikan setelah menikah dengan putri  Tumenggung Wilwatikta pada usia sekitar 25 Tahun, ini berarti Sunan  Ampel adalah da’i muda belia yang menjadi pelopor dakwah tanah Jawa.
Pesantren  Ampel Denta oleh Sunan Ampel dan didaerah Giri oleh Sunan Giri adalah  dua institusi pendidikan tempat pengkaderan pejuang-pejuang Islam paling  penting di masa itu. Pesantren Ampel Denta Surabaya melahirkan kader  Sunan Ampel diantaranya : Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga  (Menantu), Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang),  Syarifudin (Sunan Drajat) dan Maulana Ishaq (Blambangan), Dari Giri  Akselerasi dakwah Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara  diantaranya Sulawesi, Maluku, Ternate, Tidore.
Melalui  pesantren yang terus di bina sungguh-sungguh, Sunan Ampel berhasil  menelurkan orang-orang yang ahli agama dan menguasai ajaran Islam serta  mempunyai dedikasi yang tinggi dalam mengamalkan dan memperjuangkan  Islam.
Ada  aspek strategis Ampel sebagai pusat dakwah Islam yang dikomandani oleh  Raden Rahmat (Sunan Ampel), sebab Ampel (Surabaya saat itu) merupakan  pintu gerbang utama kerajaan Majapahit. Dengan adanya pusat dakwah di  Ampel sebagai pintu gerbang Majapahit, maka pengaruh dakwah Islam yang  sebelumnya berasal dari Gresik (yang dirintis oleh Sunan Gresik atau  Syekh Maulana Malik Ibrahim bapak-nya Sunan Ampel) menjadi lebih gencar  dan menusuk jantung Ibukota Majapahit.
Perkembangan  Ampel Denta sebagai suatu komunitas di Surabaya yang dihuni oleh Umat  Islam pada giliranya menjadi sentra pengkaderan Islam yang paling  berpengaruh di Jawa pada pertengahan abad ke-15. 
Sunan  Ampel telah menjadikan pusat Majapahit sebagai sasaran dakwah utama  (wilayah basis target dakwah). Langkah yang ditempuhnya adalah dengan  membagi wilayah inti Majapahit sesuai hirarki pembagian wilayah negara  bagian saat itu kedalam beberapa wilayah yang masing-masing wilayah di  koordinir oleh para kader Ampel Denta dan sahabat Sunan Ampel,  diantaranya ; 
1. Raden Ali Murtadho saudara tua Sunan Ampel, diberi gelar Raden Santri ditetapkan menjalankan tugas untuk memperkuat basis pertahanan Islam di daerah Gresik.
2. Raden Burereh (Abu Hurairah) ditempatkan di Majagung dengan gelar Pangeran Majagung.
3. Maulana Ishak ditempatkan di Blambangan dengan gelar Syekh Maulana Ishak.
4. Maulana Abdullah dikirim ke daerah Pajang dengan gelar Syekh Suta Maharaja.
5. Usman Haji ditentukan memasuki kerajaraan Matahun dan bertempat di Ngudung dengan gelar Pangeran Ngudung.
6. Kafilah Husen ditempatkan di Madura dan bergelar Kafilah Husen.
7. Kiyai Bah Tong (Kakek Raden Fatah) ditempatkan di wilayah Lasem dengan gelar Syekh Bentong.
8. Raden  Rahmat atau Sunan Ampel sendiri mengembangkan dakwahnya di wilayah  penting ibukota kerajaan di Trowulan, serta pelabuhan-pelabuhan penting  Majapahit yaitu Surabaya, Canggu dan Jedong.
Program  selanjutnya adalah pengiriman kader-kader dakwah ke berbagai negara  bawahan Majapahit untuk gelombang ke dua dengan wilayah target dakwah  sudah lebih ke arah pedalaman Jawa. Kader-kader Ampel Denta Angkatan  kedua yang mayoritas dari kalangan muda, kader dakwah  tersebut  diantaranya :
1. Raden Hamzah (Putra Sunan Ampel yang menurut cerita tradisi Syekh Kambilah) ditempatkan di Tumapel dengan gelar Pangeran Tumapel.
2. Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) di tempatkan di Daha dengan gelar Pangeran Anyakrawati.
3. Raden Mahmud (dalam cerita Babad disebut Syekh Mahmud) ditempatkan di sepanjang Kahuripan dengan gelar Pangeran Kahuripan.
4. Syekh  Maulana Ishak ditempatkan di Pasuruan dan mengawini Rarasatari, putri  Bupati Pasuruan yang tak lama kemudian pindah ke Pandan Arang.
5. Raden Husin (Anak Arya Damar) ditempatkan di Ibukota Majapahit.
6. Usman Haji ditempatkan di Ngudung-Matahun dengan gelar Pangeran Ngudung.
7. Syekh Suta Maharaja tetap ditempatkan di Pajang.
8. Raden  Hasan (Raden Fatah) ditempatkan di Glagah Wangi Bintara, yang termasuk  wilayah Lasem, untuk menggantikan kakeknya Syekh Bentong dan mendapat  gelar Pangeran Bintara. Raden Hasan juga melakukan koordinasi dan memperkuat dakwah Islam di kawasan Surabaya, Canggu dan Jedong.
Berbagai  halangan, rintangan dan pengalaman pahit terjadi dalam upaya dakwah di  negara-negara bagian Majapahit, tetapi Sunan Ampel mampu  mengkoordinasikan dengan baik dalam wadah Dewan Walisanga (Dewan Dakwah  Sembilan Penjuru[1]) dan melakukan pendekatan-pendekatan dakwah yang dinamis dan fleksible.
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1478 M dengan memberikan karya besar yaitu :
1. Lahirnya  basis-basis personal yang tauhidi dan bermental jihadi menjadi roh bagi  perjuangan penegakan Islam menyongsong futuh Islam di Tanah Jawa.
2. Ampel  Denta (Surabaya) menjadi pusat dakwah Islam di Tanah Jawa yang  selanjutnya terjadi penyebaran hampir di seluruh wilayah negara bagian  Majapahit.
3. Para  Kader Dakwah Ampel Denta menjadi pelopor perjuangan futuh Islam di  Tanah Jawa dengan menjadi koordinator-koordinator dakwah di sembilan  wilayah inti kekuasaan Majapahit yaitu Trowulan (Ibu Kota Majapahit),  Kahuripan, Daha, Wengker, Matahun, Pajang, Pamanahan, Wirabumi, dan  Lasem. Lasem tepatnya wilayah Bintara yang dikoordinir oleh Raden Fatah  alias Pangeran Bintara selanjutnya menjadi pusat penyerangan Negara Islam Demak terhadap Majapahit.
4. Sunan  Ampel meninggal dunia 1478 M (tahun yang sama runtuhnya Majapahit)  setelah menghantarkan berdirinya Negara Islam Demak dengan meruntuhkan  kerajaan Majapahit.
[1] Prof. Tjan seperti yang di kutip oleh Widji Saksono dalam buku Mengislamkan Tanah Jawa  terbitan Mizan 1997 hal 21-22, menyatakan bahwa istilah walisanga  adalah para wali yang datang dari delapan penjuru dan ditambah satu yang  menjadi titik pusatnya. Bila dilihat dari langkah dakwah Sunan Ampel  maka delapan penjuru yang dimaksud adalah wilayah inti kekuasaan  Majapahit dengan Ibukota Trowulan sebagai pusat yang dikoordinir  langsung oleh Sunan Ampel.
0 komentar:
Posting Komentar