Dalam Babad Tanah Jawi  dikisahkan, tentang silisilah Raja-raja Majapahit. Prabu Adining Kung  berputra Hayam Wuruk. Hayam Wuruk berputra Lembu Amisani, patihnya  bernama Deming Wular. Lembu Amisani berputra Bra Tanjung. Bra Tanjung  berputra Raden Alit, setelah menjadi raja bergelar Brawijaya, patihnya  Gajah Mada.
Sang  Prabu Brawijaya beristrikan puteri raja dari Campa. Raja Campa ini  memiliki dua putri, putri pertama nikah dengan Brawijaya sementara putri  bungsunya menikah dengan Makdum Brahim Asmara alias Maulana Malik  Ibrahim ayah dari Sunan Ampel (ini berarti Prabu Brawijaya Raja  Majapahit adalah ‘Ua dari Sunan Ampel). Alkisah sang Prabu Brawijaya  beristri lagi dan memperoleh putri dari Cina. Istri tua dari Cempa  sangat kecewa tidak rela di madu dengan putri dari Cina. 
Karena  besar kasihnya terhadap istri pertama, Prabu Brawijaya sanggup  memulangkan putri Cina itu. Sang Raja lalu memanggil Patih Gajah Mada  untuk diutus menyerahkan putri Cina itu kepada Arya Damar (Sebelumnya  Jaka Dilah yang karena pengabdian dan karyanya bagi Majapahit, Jaka  Dilah diangkat kedudukannya menjadi Raja di Palembang dengan gelar Arya  Damar). Patih Gajah Mada berangkat membawa putri Cina itu dan bertemu  dengan Arya Damar di Gresik, melaksanakan perintah raja serta  menyerahkan surat. Bunyi surat, “ Putri Cina dilengserkan jadi istri  Arya Damar, tetapi berhubung baru mengandung tidak diizinkan untuk  menidurinya, tunggulah sampai melahirkan”. Arya Damar bersedia. Arya  Damar segera berangkat, selamat sampai Palembang lalu menjadi Raja.
Alkisah  putri Cina yang diserahkan kepada Arya Damar sudah melahirkan seorang  anak laki-laki, bernama Raden Hasan yang selanjutnya dijuluki Raden Fatah atau Al-Fatah.  Setelah dewasa Arya Damar berharap Raden Fatah menggantikannya menjadi  Raja Palembang tetapi Raden Fatah menolaknya. Bersama adiknya  (anak  Arya Damar) Raden Husen sepakat pergi meninggalkan Palembang ke Jawa  untuk mengabdi ke Brawijaya di Majapahit dengan menumpang kapal para  saudagar dan berhenti di Sura Pringga. Disitu keduanya turun ke darat  berhenti di Ampel Denta. Mereka selanjutnya berguru kepada Sunan Ampel  di Pesantren Ampel Denta. Lama menetap di Ampel Denta, Raden Fatah  menikah dengan putri Sunan Ampel, Asyikah. 
Dalam  tulisan sebelumnya, program akselerasi dakwah Sunan Ampel di wilayah  Majapahit menempatkan Raden Hasan (Raden Fatah) menjadi koordinator  dakwah di wilayah Lasem menggantikan kakeknya Syekh Bah Tong atau Syekh Bentong. Berpusat di Glagah Wangi Bintara dan mendapat gelar Pangeran Bintara.  Sementara Raden Husen saudara seibu Raden Hasan (anak Arya Damar) di  tempatkan di ibukota Majapahit, oleh Prabu Brawijaya Kertabumi, Raden  Hasan diterima sebagai abdi kerajaan dan mendapat gelar Adipati Terung. Daerah Bintara inilah yang selanjutnya menjadi pusat pemerintahan Negara Islam Demak.
Prabu  Brawijaya Kertabumi mendengar berita bahwa ada orang yang bertempat  tinggal di hutan Bintara, terkenal dimana-mana tentang besaran pedukuhan  dan kesaktiannya. Raja memanggil para menteri untuk menanyakan  benar-tidaknya kabar itu. Adipati Terung menjawab memang benar bahwa  yang tinggal di sana adalah saudara tuanya (Adipati Terung tidak  mengungkapkan asal usul mereka berdua). Sang Prabu lalu memberi perintah  untuk memanggilnya. Singkat cerita Raden Fatah tiba di kerajaan  Majapahit menghadap Prabu Brawijaya, Sang Prabu sangat gembira, jatuh  hatinya kepada Raden Fatah sebab rupanya sangat mirip Sang Prabu. Lalu  diaku sebagai putera, diangkat menjadi Adipati Bintara. Selanjutnya  Raden Fatah kembali ke pedukuhan Bintara yang selanjutnya dikenal pula  dengan nama Demak dengan membawa satu laksa abdi (10.000 tentara), serta  di beri gajah, kapal, tandu dan pedati. Lama-lama pedukuhan Demak   menjadi makin gemah-ripah.
Raden  Fatah berhasil merubah Bintara yang asalnya hutan belantara yang tumbuh  pohon yang wangi sehingga dikenal dengan pedukuhan Glagah Wangi Bintara  menjadi kawasan yang ramai dan terkenal. Letaknya geografisnya yang  sangat menguntungkan untuk perdagangan dan pertanian. Dari hutan  belantara berubah menjadi gudang padi dan kota pelabuhan yang  berdatangan kapal-kapal dagang yang berlayar lewat pantai utara Jawa  menuju Maluku. Bintara Demak juga menjadi penghubung antara Jawa Tengah  dengan Jawa Timur. Seperti dalam Badab Tanah Jawi sebelum runtuhnya Majapahit, Demak Bintara sudah merupakan Negeri yang gemah ripah.
0 komentar:
Posting Komentar